Jumat, 06 Mei 2011

Share SENGKETA SIPADAN DAN LIGITAN

Sengketa Sipadan dan Ligitan
adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan koordinat: 4°6′52.86″N 118°37′43.52″E dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²) dengan koordinat: 4°9′N 118°53′E. Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional

Kronologi sengketa


Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai.[1] [2] [3]Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya[4].
Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau. [5]
Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan "Final and Binding," pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997. [4], sementara pihak mengkaitkan dengan kesehatan Presiden Soeharto [6] dengan akan dipergunakan fasilitas kesehatan di Malaysia [7]

Keputusan Mahkamah Internasional


Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ,[8] [9] kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar. [10][11] [12]

Senin, 02 Mei 2011

Sengketa internasional( korea utara Vs korea selatan Comments

Share

Sengketa internasional( korea utara Vs korea selatan

Perang Korea (bahasa Korea: 한국전쟁), dari 25 Juni 1950 sampai 27 Juli 1953, adalah sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan. Perang ini juga disebut "perang yang dimandatkan" (bahasa Inggris proxy war) antara Amerika Serikat dan sekutu PBB-nya dan komunis Republik Rakyat Cina dan Uni Soviet (juga anggota PBB). Peserta perang utama adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Sekutu utama Korea Selatan termasuk Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Britania Raya, meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera PBB.
Sekutu Korea Utara termasuk Republik Rakyat Tiongkok, yang menyediakan kekuatan militer, dan Uni Soviet yang menyediakan penasehat perang dan pilot pesawat, dan juga persenjataan, untuk pasukan China dan Korea Utara. Di Amerika Serikat konflik ini diistilahkan sebagai aksi polisi (police action) di bawah bendera PBB dari pada sebuah perang, dikarenakan untuk menghilangkan keperluan Kongres mengumumkan perang.


I.UPAYA PENYATUAN
Dalam pemilu presiden di Korea Selatan, masalah penyatuan kembali Korea Utara dan Korea Selatan tak merupakan topik utama. Walau begitu, unifikasi kedua Korea adalah agenda politik jangka panjang Korsel.
Kawasan di sekitar zona bebas militer antara Korea Utara dan Selatan dijaga ketat oleh 2 juta tentara Korea dan puluhan ribu pasukan Amerika Serikat dengan mandat PBB. Hanya di beberapa tempat zona itu kedua Korea bersentuhan. Misalnya di kawasan industri khusus Kaesong. Di sini, buruh Korea Utara menyelesaikan produk industri yang dirancang pengusaha Korea Selatan.
Sementara itu, lagu yang mengalun dari pengeras suara di „Jembatan Kebebasan“ Imjingak di selatan zona bebas militer tetap mengingatkan pada pemisahan antara Korea Utara dan Selatan
1.Dampak Ambruknya Korut
Negara komunis Korea Utara berada di ambang kehancuran. Demikian penilaian sejumlah pengamat Korea Selatan. Ambruknya ekonomi Korea Utara hanyalah masalah waktu saja. Karena takut terkena imbasnya, politisi Korea Selatan mencanangkan penyatuan kembali kedua Korea sebagai agenda politik jangka panjang.
Kepala Pusat Studi Unifikasi di Universitas Nasional Seoul Park Myung-Kun: “Bila Korea Utara tiba-tiba ambruk, maka dampak sosial dan ekonominya juga dirasakan Korea Selatan. Kami tidak ingin hal itu, tapi kami juga tidak mendukung status quo di Korea Utara. Perlu ada jalan tengah, agar transisi di Korea Utara melalui langkah-langkah reformasi berjalan lebih mulus.”
2.Masalah HAM di Korut
Sebagian besar partai politik Korea Selatan mendukung upaya untuk membantu masa peralihan di Korea Utara. Walau itu berarti, beberapa isu lainnya terpaksa ditangguhkan dulu penyelesaiannya. Misalnya nasib 200.000 tahanan politik yang masih mendekam di penjara Korea Utara.
Politisi Korea Selatan Chung Eui-yong, menyayangkan hal ini. Tapi menurut politisi kubu kiri yang duduk dalam pemerintahan Korea Selatan, realpolitik saat ini memang lebih fokus pada masalah program atom Korea Utara.: „Bukan berarti kita melupakan soal hak asasi karena tengah berusaha menyelesaikan sengketa atom Korea Utara. Memang program atom Korea Utara adalah fokus politik saat ini. Memang, hak asasi adalah nilai tertinggi yang harus kita junjung. Tapi, kami juag perlu menyelesaikan masalah secara pragmatis dan realistis.“
3.Investasi Masa Depan
Menurut para pakar, Korea Selatan yang ekonominya lebih kuat kemungkinan harus menanggung sebagian besar biaya untuk penyatuan kembali kedua Korea. Menurut bekas kepala Institut Nasional Unifikasi Korea Seo Byung-Chel, dalam jangka panjang tetap saja sisi positifnya lebih banyak:
“Memang ada yang bilang, penyatuan kembali ini akan mahal. Jerman pun awalnya menghadapi masalah serupa. Tapi pada akhirnya, Korea akan diuntungkan dengan penyatuan kembali ini. Dana yang kami investasikan pasti akan kembali.“ (zer)

II.AKHIR PERANG
Perang ini berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Cina, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Seungman Rhee, menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut. Namun secara resmi, perang ini belum berakhir sampai dengan saat ini.

III.PERBANDINGAN KEKUATAN MILITER KOREA SELATAN VERSUS KOREA UTARA
Situasi di Semanjung Korea nampaknya semakin mencemaskan Amerika Serikat dan sekutunya Korea Selatan. Akankah Amerika dan Cina terlibat kembali dalam konflik bersenjata sebagaimana terjadi pada era 1950-1953. Ketika itu, Korea Utara dengan bantuan sepenuhnya dari Cina, mencoba menggempur pertahanan Korea Selatan yang didukung Amerika Serikat.
Namun ketika itu, dengan dukungan militer Amerika, Korea Selatan berhasil memukul mundur Korea Utara ke Sungai Jalu, sehingga Cina tidak bisa lain menerima kondisi statusquo yang terjadi. Padahal waktu itu, Panglima Perang Amerika di Asia Pasifik Jenderal McArthur sebenarnya bernafsu untuk menghabisi Cina sampai ke negaranya sendiri. Hanya saja, Presiden Harry Truman menolak gagasan gila-gilaan McArthur karena bisa memicu perang Dunia Ketiga.
Meski demikian, gencatan senjata Korea Selatan dan Korea Utara tersebut bukan berarti tercapainya perdamaian kedua korea. Sewaktu-waktu, dengan dipicu oleh isu yang cukup sensitif, kedua korea tersebut setiap saat bisa kembali ke medan perang untuk saling menghancurkan.
Inilah yang terjadi ketika Korea Utara secara sepihak melakukan uji coba senjumlah senjata rudalnya. Bahkan bukan itu saja, Korea Utara juga menguji coba bom nuklirnya, sehingga memicu kecaman Dewan Keamanan Nasional.
A.Angkatan Bersenjata Korea Utara.
Lumayan hebat juga untuk ukuran negara sedang berkembang. Korea Utara memiliki tentara aktif sebesar 1.106.000(satu juta seratus enam ribu) orang. Tentara cadangan sekitar 4700.000(empat juta tujuhratus ribu) orang.
Lalu bagaimana dengan kekuatan riil angkatan daratnya? Menurut informasi yang bisa dipercaya, Korea Utara memiliki 3500(tiga ribu limaratus) tank. Senjata lain sekitar 3060(tiga ribu enampuluh ribu), artileri sejumlah 17.900(tujuhbelas ribu sembilan ratus), dan Helikopter sampai sejauh ini tidak ada catatan yang cukup akurat berapa persisnya. Namun diperkirakan berkisar antara 500 sampai 800.
Angkatan Laut, Korea Utara memiliki kapal selam 63, frigat 3, dan kapal Amphibi sejumlah 261.
Angkatan Udara Korea Utara pun ternyata cukup luarbiasa, dan wajar jika Amerika cukup cemas dibuatnya. Korea Utara memiliki pesawat pembom sekitar 80 buah. Jet tempur 440, pesawat transportasi 215.Dan Helikopter sebanyak 302.
B.Angkatan Bersenjata Korea Selatan.
Untuk tentara aktif, Korea Selatan punya tentara aktif sebesar 687.000(enamratus delapanpuluh ribu) orang, jadi ebih sedikit dibanding Korea Utara. Tentara cadangan Korea Selatan sebesar 4500.000(empat juta limaratus ribu) orang. 
Angkatan Daratnya, Korea Selatan punya 2330 tank, senjata lain sejumlah 4520, artileri sebesar 10.774, dan helikopter 418.
Kekuatan Angkatan lautnya, Korea Selatan punya kapal selam 12. Jauh lebih kecil dibanding Korea Utara. Frigat 9, lebih besar dari Korea Utara. Dan kapal Amphibi 48. Ini sebenarnya cukup mengejutkan, karena Korea Selatan jauh ketinggalan dibanding Korea Utara yang berhaluan komunis itu.
Bagaimana dengan angkatan udara? Korea Selatan jumlah jet tempurnya cukup berimbang dengan korea Utara yaitu 468. Pesawat transportasi sejumlah 33. Yang ini Korea sangat ketinggalan jauh dibanding Korea Utara. Begitu juga helikopter, Korea Selatan hanya punya 159. 
Penduduk Korea Selatan berjumlah 46,5 juta, Korea Utara berjumlah 22,7 juta.

IV.KESIMPULAN
Gencatan senjata Korea Selatan dan Korea Utara tersebut bukan berarti tercapainya perdamaian kedua korea. Sewaktu-waktu, dengan dipicu oleh isu yang cukup sensitif, kedua korea tersebut setiap saat bisa kembali ke medan perang untuk saling menghancurkan. Dan hingga saat ini Korea Utara Dan Selatan masih bersetatus perang.
















ShoutMix chat widget

Komen donk,,,
Created by: Hero Blog